Islam pernah menciptakan masa lampau yang sangat berwibawa di bidang ilmu, filsafat, sastra, arsitektur, sistim hukum, pemikiran politik, tasawuf, dan bidang lain. Akan tetapi Islam juga pernah mengalami kebangkrutan yang luar biasa dan dapat kita saksikan sisa-sisanya hingga kini. Islam yang mahsyur tiba-tiba surut menjadi umat yang terbelakang karena kehilangan gairah dalam menyelami kedalaman ilmu pengetahuan.
Sejatinya Allah telah menunjukkan jalan yang menuntun umat Islam ini berada di tempat yang mulia. Keimanan yang terpatri dalam jiwa umat Islam jika dibarengi dengan ilmu maka akan melahirkan kenikmatan dan kedahsyatan yang luar biasa. Alloh berfirman; “Niscaya Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Al Mujaadilah 11). Inilah yang menjadi ruh kejayaan Islam pada zaman keemasan dulu.
Umat Islam kini menjauhi ruh itu. Lihatlah fenomena memprihatinkan di negeri ini. Meskipun masyarakatnya beragama namun masih banyak orang mudah melakukan tindak kekerasan atas nama apapun. Jamak kita melihat tawuran antar pelajar, antar mahasiswa, antar kampung dll. Berita kericuhan, bentrok, dan amukan massa menjadi tontonan yang makin terasa lumrah.
Belum lagi generasi muda yang dihegemoni oleh budaya pop. Mereka tidak sadar sedang dalam kubang kepalsuan. Mengikui tren mengejar eksistensi semu, cepat terkenal dan cepat pula tenggelam. Budaya pop perlahan tapi pasti menggerogoti moralitas dan kualitas anak bangsa. Menurut Yasraf A.Piliang, Budaya populer cenderung berbentuk pemujaan terhadap budaya permukaan dan tidak mendorong kreatifitas dan inisiatif.
Budaya “permukaan” tidak peduli “kedalaman”, mementingkan penampilan lahiriah dan melupakan hakikat/ esensi. Hanya mereka yang berilmulah yang sanggup menghindari hegemoni budaya permukaan dan tindakan yang irasional.
Orang yang sekolah semakin banyak, golongan pelajar dan mahasiswa bertambah, tapi sedikit yang mempunyai gairah mengejar ilmu, minim yang mempunyai tradisi belajar yang kuat.
Gairah berburu ilmu perlu dikobarkan layaknya antusiasme sahabat yang bernama Ibnu Abbas. Ia adalah sosok muda yang patut menjadi teladan karena gairahnya dalam menuntut ilmu.
Suatu hari Rasulullah bertanya kepadanya. “Maukah kau mendengar beberapa kalimat yang sangat berguna? Jagalah (ajaran-ajaran) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan-Nya selalu menjagamu. Jagalah (larangan-larangan) Allah, maka kamu akan mendapati-Nya selalu dekat di hadapanmu. Kenalilah Allah dalam sukamu, maka Allah akan mengenalimu dalam duka. Bila kamu meminta, mintalah kepada-Nya. Jika kamu butuh pertolongan, memohonlah kepada-Nya. Semua hal telah selesai ditulis.”
Suatu ketika, benaknya dipenuhi rasa ingin tahu bagaimana cara Rasulullah shalat. Ia sengaja menginap di rumah bibinya, Maimunah binti Al-Harits, istri Rasulullah. Sepanjang malam ia berjaga, sampai terdengar olehnya Rasulullah bangun untuk menunaikan shalat. Ia segera mengambil air untuk bekal wudhu Rasulullah. Pada tengah malam buta itu, betapa terkejutnya Rasulullah menemukan Ibnu Abbas masih terjaga dan menyediakan air wudhu untuknya.
Rasa bangga dan kagum menyatu dalam dada Rasulullah. Beliau menghampiri Ibnu Abbas, dan dengan lembut dielusnya kepala bocah belia itu. “Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir kitab-Mu.” Demikian doa Rasulullah.
Ibnu Abbas lahir tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah. Saat Rasulullah wafat, ia masih sangat belia, 13 tahun umurnya. Semasa hidupnya, Rasulullah benar-benar akrab dengan mereka yang hampir seusia dengan Abdullah bin Abbas. Ada Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat kecil lainnya.
Saat Rasulullah wafat, Ibnu Abbas benar-benar merasa kehilangan sosok yang menjadi panutannya. Walau demikian, ia tak mau berlama-lama tenggelam dalam kedukaan. Ibnu Abbas segera bangkit dan mulai melakukan perburuan ilmu.
Didatanginya para sahabat senior. Ia bertanya pada mereka tentang apa saja yang perlu ditimbanya. Tak hanya itu, ia juga mengajak sahabat-sahabat yang seusianya untuk belajar pula. Tapi sayang, tak banyak yang mengikuti jejak Ibnu Abbas. Mereka merasa tidak yakin, apakah para sahabat senior itu mau memerhatikan mereka yang masih anak-anak.
Ibnu Abbas tak patah arang. Ia ketuk satu pintu dan berpindah ke pintu lain, dari rumah-rumah para sahabat Rasulullah. Tak jarang ia harus tidur di depan rumah mereka, karena para sahabat tengah istirahat. Namun betapa terkejutnya mereka begitu melihat Ibnu Abbas tidur di depan pintu rumah.
“Wahai keponakan Rasulullah, kenapa tidak kami saja yang menemuimu?” kata para sahabat yang menemukan Ibnu Abbas di depan rumah mereka. “Tidak, akulah yang mesti mendatangi anda,” jawabnya.
Demikianlah kehidupan Ibnu Abbas, hingga ia benar-benar menjadi seorang pemuda dengan ilmu dan pengetahuan yang tinggi. Karena tingginya dan tak berimbang dengan usianya, ada yang bertanya tentangnya. “Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini, wahai Ibnu Abbas?”
“Dengan lidah dan gemar bertanya, dengan akal yang suka berpikir,” demikian jawabnya.
Karena ketinggian ilmunya itulah, ia kerap menjadi kawan dan lawan diskusi para sahabat senior. Umar bin Al-Kathab misalnya, selalu memanggil Ibnu Abbas untuk duduk bersama dalam sebuah musyawarah. Pendapat-pendapatnya selalu didengar karena keilmuannya. Ibnu Abbas menjadi tempat bertanya karena kegemarannya bertanya. Ibnu Abbas tempat mencari ilmu karena kegemarannya terhadap ilmu.
Umat Islam sering menjadi sombong dan mapan oleh pendapat “ketika Barat masih mencari kebenaran, Timur sudah mendapatkan kebenaran itu.” Umat Islam merasa paling benar, lantas bermalas-malasan untuk kembali belajar dan membuktikan kebenaran yang ada. Ramadhan dikenal sebagai Syahrul Qur’an, bulan diturunkanya Al-Qur’an. Puasa diwajibkan pada bulan Ramadhan karena pada bulan itu Alloh menurunkan Al Qur’an. Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk kembali menumbuhkan gairah membaca dan menghayati ayat-ayat Allah. Puasa akan menyucikan jiwa. Ilmu adalah cahaya Illahi. Cahaya Ilahi akan mudah diraih oleh manusia yng suci jiwanya.
Sungguh Islam menghendaki umatnya agar menuntut ilmu sebanyak-banyaknya, hingga nabi Muhammad SAW pun dituntun Alloh untuk berdoa seperti termaktub dalam surat Thaha 114; “Ya Alloh, tambahkanlah ilmu kepadaku.”
–Sucipto, M.Pd (Sekretaris MPI PWM DI.Yogyakarta)–
sumber: muhammadiyahdiyah.or.id